Rabu, 23 Maret 2011

laporN AVER

LAPORAN AVERTEBRATA AIR


(FILUM CRUSTACEA)





OLEH :

NAMA : LA SUKIRMAN
NO. STAMBUK : I1A209076
PROG. STUDI : BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN : PERIKANAN
KELOMPOK : XI
ASISTEN PEMB. : ZULFATRI RANDHI

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2010
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Crustacea adalah suatu kelompok besar dari arthropoda terdiri dari kurang lebih 52.000 spesies yang terdeskripsikan, dan biasanya dianggap sebagai suatu subfilum Kelompok ini mencakup hewan-hewan yang cukup dikenal seperti lobster, kepiting, udang, udang karang, serta teritip. Mayoritas merupakan hewan air, baik air tawar maupun laut, walaupun beberapa kelompok telah beradaptasi dengan kehidupan darat, seperti kepiting darat. Kebanyakan anggotanya dapat bebas bergerak, walaupun beberapa takson bersifat parasit dan hidup dengan menumpang pada inangnya.
Tubuh Crustacea terdiri atas dua bagian, yaitu kepala dada yang menyatu (sefalotoraks) dan perut atau badan belakang (abdomen). Bagian sefalotoraks dilindungi oleh kulit keras yang disebut karapas dan 5 pasang kaki yang terdiri dari 1 pasang kaki capit (keliped) dan 4 pasang kaki jalan. Selain itu, di sefalotoraks juga terdapat sepasang antena, rahang atas, dan rahang bawah. Sementara pada bagian abdomen terdapat pasang kaki renang dan di bagian ujungnya terdapat ekor. Pada udang betina, kaki di bagian abdomen juga berfungsi untuk menyimpan telurnya. Sistem pencernaan Crustacea dimulai dari mulut, kerongkong, lambung, usus, dan anus. Sisa metabolisme akan diekskresikan melalui sel api. Sistem saraf Crustacea disebut sebagai sistem saraf tangga tali, dimana ganglion kepala (otak) terhubung dengan antena (indra peraba), mata (indra penglihatan), dan statosista (indra keseimbangan). Hewan-hewan Crustacea bernapas dengan insang yang melekat pada anggota tubuhnya dan sistem peredaran darah yang dimilikinya adalah sistem peredaran darah terbuka O2 masuk dari air ke pembuluh insang, sedangkan CO2 berdifusi dengan arah berlawanan. O2 ini akan diedarkan ke seluruh tumbuh tanpa melalui pembuluh darah. Golongan hewan ini bersifat diesis (ada jantan dan betina) dan pembuhan berlangsung di dalam tubuh betina (fertilisasi internal). Untuk dapat menjadi dewasa, larva hewan akan mengalami pergantian kulit (ekdisis) berkali-kali.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui bentuk filum crustacea secara morfologi dan anatomi serta bagian-bagian filum crustacea serta dapat membedakan antara yang jantan dan yang betina.
Manfaat yang dapat diambil dari prkatikum ini adalah sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta jenis-jenis mengenai filim crustacea.





II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
1. Udang Windu (Penaeus monodon)
Udang Windu (Penaeus monodon) oleh Fabricius (1798), dalam Dewi (2006) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon.





Gambar 29 . Penaeus monodon



2. Udang putih ( Penaeus merguensis)
Udang Putih (Penaeus merguensis) oleh Racek dan Dall (1965), dalam Cahyo (2007) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus merguensis







Gambar 30. Penaeus marguensis




B. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Kepiting Bakau (Scylla serata) oleh Champel dan Stephenson (1959), dalam Pratiwi (2001) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Scylla
Spesies : Scylla serrata



Gambar 31. Scylla serrata



A. Kepiting rajungan ( Portunus pelagicu)
Rajungan (Portunus pelagicus) oleh Champel dan Stephenson (1959), dalam Irmayanti (2003) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Portunidae
Genus : Portunus
Spesies : Portunus pelagicus



Gambar 32. Portunus pelagicus


5. Lobster (Panulirus sp.)
Menurut Spence (1989), Panulirus spp. dalam Anonim (2010) Di klasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub filum : Invertebrata
Class : Crustacea
Sub class : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Palurinudae
Genus : Panulirus
Spesies : Panulirus sp.




Gambar 34. Panulirus spp.



2.2. Morfologi dan Anatomi
Tubuh Crustacea bersegmen (beruas) dan terdiri atas sefalotoraks (kepala dan dada menjadi satu) serta abdomen (perut). Bagian anterior (ujung depan) tubuh besar dan lebih lebar, sedangkan posterior (ujung belakang)nya sempit. Pada bagian kepala terdapat beberapa alat mulut, yaitu 2 pasang antena, 1 pasang mandibula untuk menggigit mangsanya, 1 pasang maksilla dan 1 pasang maksilliped. Maksilla dan maksiliped berfungsi untuk menyaring makanan dan menghantarkan makanan ke mulut. Alat gerak berupa kaki (satu pasang setiap ruas pada abdomen) dan berfungsi untuk berenang, merangkak atau menempel di dasar perairan (Anonim, 2005).
Secara garis besar, tubuh udang dapat dibagi atas dua bagian utama, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian tubuh sampai ke ekor (abdomen). Bagian kepala ditutupi sebuah kelopak kepala (cerapace) yang di bagian ujungnya meruncing dan bergigi yang disebut dengan cucuk kepala (rostrum). Pada udang windu, gigi rostrum bagian atas biasanya tujuh buah dan bagian bawah tiga buah (rumusnya 7/3). Sedangkan rumus untuk udang putih biasanya 8/5. Semua tubuh terbagi atas ruas-ruas yang ditutupi oleh kerangka luar yang mengeras, terbuat dari chitin. Di bagian kepala terdapat 13 ruas dan di bagian perut 6 ruas. Mulut terletak di bagian bawah kepala, di antara rahang-rahang (mandibula) dan di kanan kiri sisi kepala yang tertutup oleh kelopak kepala terdapat insang. ( Anonim, 2008).
Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, dimana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapaksnya. Duri akhir pada kedua sisi karapaks relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna dari karapaks dan jumlah duri pada karapaksnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau (Romimohtarto dan Juwana, 2000).
Tubuh kepiting umumnya ditutupi dengan exoskeleton (kerangka luar) yang sangat keras, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Kepiting hidup di air laut, air tawar dan darat dengan ukuran yang beraneka ragam, dari pea crab, yang lebarnya hanya beberapa milimeter, hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m (Anonim, 2008).
Lobster (Panulirus sp.) termasuk jenis krustasea yang dibedakan dalam 2 grup, yaitu memiliki capit, dan tanpa capit. marine lobster, atau biasa disebut crayfish di Australia, adalah contoh lobster yang tidak memiliki capit. lobster memiliki kulit yang keras untuk melindungi organ-organ internalnya. terdapat 6 pasang "tangan" kecil di sekitar mulut lobster, dan 5 pasang kaki pada tubuhnya untuk berjalan .Lobster (Panulirus sp) betina, biasanya memiliki area dorsal sampai ekor yang lebih lebar, ini digunakan untuk menyimpan telur. pada lobster betina, swimmerets lebih lembut dibanding jantan. pada jantan, bagian swimmerets lebih tebala dan keras. (Anonim, 2010).
2. 3. Habitat dan Penyebaran
Kepiting Bakau (Scylla serrata) hidup di daerah estuaria dari pantai yang didominasi hutan bakau, serta dapat hidup dan tumbuh pada kisaran salinitas yang cukup besar sehingga daerah penyebaran cukup luas dan dapat dijumpai sepanjang tahun. Dalam menjalani hidupnya kepiting bakau berupaya dari perairan pantai ke perairan laut, kemudian induk dan anak-anaknya akan kembali ke perairan pantai, muara-muara sungai atau perairan hutan bakau (Pratiwi, 2001).
Rajungan (Portunus pelagicus) memiliki tempat hidup yang berbeda dengan jenis kepiting pada umumnya seperti kepiting bakau (Scylla serrata), tetapi memiliki tingkah laku yang hampir sama dengan kepiting bakau. Rajungan merupakan jenis kepiting perenang yang juga mendiami dasar lumpur berpasir sebagai tempat berlindung. Jenis rajungan ini banyak terdapat pada lautan Indo-Pasifik dan India. Sementara itu informasi dari panti benih rajungan milik swasta menyebutkan bahwa tempat penangkapan rajungan terdapat di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah Medan, dan daerah Kalimantan Barat (Romimohtarto dan Juwana, 2000).
Habitat yang dihuni oleh sebagian besar udang termasuk udang putih adalah perairan yang mempunyai perairan yang landai, bermuara sungai-sungai kecil, dasar berpasir kadang berbatu dan bercampur bahan organik. Hidupnya bergerombol, menguburkan diri, ganti kulit (molting), dan melakukan daur hidup. Faktor yang mempengaruhi penyebarannya adalah habitat atau tempat berlindung bagi udang, beberapa faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, dan makanan (Cahyo, 2007).
Semua lobster (Panulirus sp) adalah aquatic, lobster (Panulirus sp) dewasa yang bercapit maupun yang tidak memiliki capit hidup di laut, tetapi untuk lobster yang masih kecil hidup di air tawar seperti sungai, danau, dan lain lain,hewan ini juga bisa hidup di air keruh. Hal ini sangat menguntungkan agar dapat terhindah dari musuh alaminya. Biasanya hidup pada perairan dengan dasar berlumpur dengan beberapa bebatuan dan beberapa potongan cabang tanaman. Lobster yang dipelihara pada lingkungan dengan substrat baerbatu dan berlumpur bisa tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan yang hidup dengan substrat buatan, misalnya dari plastik. (Anonim, 2005).








III. METODE PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 8 Oktober 2010 pukul 13.00- Selesai dan bertempat di Laboratorium C, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Univeritas Haluoleo, Kendari.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Alat dan bahan beserta fungsinya.
No. Alat dan Bahan Fungsi

1.
2.
3.
4.
.

1.

2.

3.
4.

5. A. Alat
Baki (Dissecting-pan)
Pisau bedah
Alat menggambar
Buku Identifikasi

B. Bahan
Udang windu(Penaeus monodon)
Udang putih (Penaeus merguensis)
Kepiting bakau (Scylla serrata)
Kepiting rajungan (Portunus pelagicus)
Lobster (Panulirus spp)
- Tempat meletakan bahan pengamatan
- Untuk membedah bahan
- Untuk menggambar morfologi organisme yang di amati.
- Untuk mengidentifikasi organisme yang di amati.


- Sebagai organisme yang diamati

- Sebagai organisme yang diamati


- Sebagai organisme yang diamati
- Sebagai organisme yang diamati


- Sebagai organisme yang di amati


3.3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pada praktikum kali ini sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan pada organisme filum crustacea yang telah diambil dari perairan
2. Meletakkan orgaisme pada baki kemudian mengidentifikasi bagian-bagian organism tersebut.
3. Menggambar bentuk secara morfologi dan anatomi pada bagian-bagian organisme yang telah diidentifikasi dan diberi keterangan pada buku gambar.











IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pangamatan
1. Kepiting Bakau (Scylla serrata)
Keterangan :
1. Carpus.
2. Mata
3. Prupondus
4. Merus
5. Lateral spine
6. Kaki renang
7. Kaki jalan
8. Cabik



Gambar 35. Morfologi Scylla serrata

2. Kepiting rajungan (Portunus pelagicus)
Keterangan:
1. Carpus
2. Mata
3. Propundus
4. Merus
5. Lateral spine
6. Kaki renang
7. Kaki jalan
8. Cabit


Gambar 36. morfologi Portunus pelagicus
3. Lobster (Panulirus sp)
Keterangan:

1. Cabit
2. Thorax
3. Sepha latorax
4. Antena
5. Antenula
.6. Cheliped
7. Kepala
8. Kaki jalan









Gambar 37. Morfologi Panulirus spp.











4. Udang windu (Penaeus monodon)
Keterangan :
1. Antena
2. Antenula
3. Maksila
4. Sheliped
5. Kaki jalan
6. Kaki renang
7. Perut
8. Chepalatorax
9. Karapaks




Gambar 38. morfologi Panaeus monodon








5. Udang Putih ( Penaeus merguensis)
Keterangan :
1. Antena
2. Antenula
3. Maksila
4. Sheliped
5. Kaki jalan
6. Kaki renang
7. Perut
8. Chepalatorax
9. Karapaks



Gambar 39 morfologi Penaeus merguensis

4. 2. Pembahasan
Pada pengamatan Scylla serrata dan Portunus pelagicus baik tampak morfologinya hampir sama yaitu terdiri dari, propondus, mata, merus, kaki renang, karapaks dan kaki jalan, lateral spine dan cabik.. Sedangkan pada bagian ventral terdiri dari maksiliped ketiga, telson, sternum dan abdomen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pratiwi (2001), yang menyatakan bahwa bagian tubuh Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) sama persis dengan Kepiting Bakau (Scylla serata) dan pada anteriornya terdapat mata yang dilengkapi dengan tangkai mata yang digunakan untuk melihat di dalam air, pada bagian sisi anterior disebut antero lateral margin. Selain itu ditemukan juga sepasang capit yang digunakan untuk pertahanan tubuhnya dari serangan musuh dan menjepit mangsanya. Tubuhnya ditutupi oleh sejenis cangkang yang keras dan tersusun atas zat kitin yang disebut karapaks. Yang membedakan antara Kepiting Rajungan (Portunus pelagicus) dan Kepiting Bakau (Scylla serata) yaitu pada bagian sisi tubuh kepiting rajungan terdapat ujung yang runcing yang disebut Epibranchial spine dan warnanya karena pada kepiting rajungan memiliki warna beberapa warna dan chorak sedangkan pada kepiting bakau tidak bercorak dan warnanya hanya satu yaitu hitam abu-abu. Hewan ini umumnya pemakan moluska, kepiting tersebut makan dengan cara memecah atau menghancurkan cangkang moluska dengan kekuatan “chela” atau capitnya.
Kepiting jantan dapat dibedakan dari kepiting betina, yaitu dengan cara melihat dari bentuk bagian perutnya (abdomen). Bentuk abdomen jantan umumnya sempit dan meruncing ke depan atau berbentuk segitiga, sedangkan bentuk abdomen kepiting betina berbentuk segitiga yang melebar sampai berbentuk agak bulat atau semicircular.
Pada pengamtan Panulirus sp, tampak bentuk morfologi tubuhnya terdiri dari beberapa bagian yaitu Cabit, Antenula, Thorax, Cheliped, Sepha latorax , , Kepala, Antena dan kaki jalan. .Lobster (Panulirus sp) betina, biasanya memiliki area dorsal sampai ekor yang lebih lebar, ini digunakan untuk menyimpan telur. pada lobster betina, swimmerets lebih lembut dibanding jantan. pada jantan, bagian swimmerets lebih tebala dan keras. Habitat hewan ini yaitu di laut dan ada juga pada air tawar. Hewan melakukan reproduksi secara seksual dengan cara kawin , lobster jantan mentransfer sejumlah sperma pada lobster betina yang terlihat seperti lem lengket yang berada diantara kaki. sperma kemudian disimpan lewat lubang didekat kaki ketiga. di alam hewan ini memakan: tanaman aquatik, alga, ikan kecil, dan bahkan ikan yang sudah mati. jangan memberi makan lobster terlalu banyak, karena makanan yang tersisa dapat membuat air menjadi keruh dan bau.
Pada pengamatan Penaeus monodon dan Panaeus. merguensis yang termasuk dalam kelas Crustacea tampak morfologinya sama terdiri dari chepalotoraks, perut (abdomen), mata majemuk, antenulla, karapaks, telson, uropod, kaki jalan dan kaki renang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anonim (2008), yang menyatakan bahwa tubuh udang dapat dibagi atas dua bagian utama, yaitu bagian kepala yang menyatu dengan dada (cephalothorax) dan bagian tubuh sampai ke ekor (abdomen). Pada udang windu (Penaeus monodon), gigi rostrum bagian atas biasanya tujuh buah dan bagian bawah tiga buah (rumusnya 7/3). Sedangkan rumus untuk udang putih (Penaeus merguensis) biasanya 8/5. Habitat yang dihuni oleh sebagian besar udang termasuk udang putih adalah perairan yang mempunyai perairan yang landai, bermuara sungai-sungai kecil, dasar berpasir kadang berbatu dan bercampur bahan organik. Hidupnya bergerombol, menguburkan diri, ganti kulit (molting), dan melakukan daur hidup.




V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
1. Udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih (P. merguensis) memiliki morfologi yang sama terdiri dari chepalotoraks, perut (abdomen), mata majemuk, antenulla, karapaks, uropod, kaki jalan dan kaki renang. Namun yang membedakannya yaitu mata P. merguensis dan P. Monodon yaitu pada giri rostrumnya yang mana kalau pada P. Merguensis terdiri dari bagian atas 8 buah dan bawah 5 buah sedangkan pada P. Monodon hanya 7 buah bagian atas dan 3 buah pada bagian bawahnya.
2. Kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) memiliki morfologi yang hampir sama, yaitu terdiri dari , propondus, merus, mata, gigi, kaki renang, karapaks dan kaki jalan. Tapi yang membedakan antara Scylla serrata dan Portunus pelagicus yaitu pada Portunus pelagicus terdapat ephibranchial spine dan warnanya.
3. Panulirus sp, tampak bentuk morfologi tubuhnya terdiri dari beberapa bagian yaitu Cabit, Antenula, Thorax, Cheliped, Sepha latorax , , Kepala, Antena dan kaki jalan.

5.2. Saran
Saran yang dapat saya sampaikan adalah agar setiap anak praktikan pada saat selesai melakukan praktek agar semua alat yang di gunakan dibersihkan dan di simpan pada tempatnya.













DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Arthropoda.
http://www.edu2000.org/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=255&Itemid=238. Di akses pada tanggal10. Oktober 2010 pukul 18.00 WITA.

_ _ _ _ _. 2008. Crustacea. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=78&fname=bio111_08.htm.
Di akses pada tanggal10 Oktober 2010 pukul 18.00 WITA.

_ _ _ _ _. 2010. http://id.wikipedia.org/wiki/Panulirus_versicolor).Di akses pada tanggal 10 Otober 2020 pukul 18.00 WITA

_ _ _ _ . 2008. Penuntun Praktikum Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.

Cahyo. 2007. Study Beberapa Aspek Biologi Reproduksi Udang Putih (Penaeus merguensis) di Peraian Kasipute Kec. Rumbia Kab. Bombana Prov. Sulawesi Tenggara. Skripsi. Fakultas Perikanandan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo. Kendari.

Irmayanti. 2003. Pengaruh Dosis Pakan Rucah Segar yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Rajungan (Portunus pelagicus) Keramba Jaring Apung. Skripsi. Universitas Haluoleo. Kendari.

Pratiwi, E.W., 2001. Pengaruh Pemberian Pakan yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Periode Molting Kepiting Bakau (Scylla serata). Skripsi. Universitas Haluoleo. Kendari.

Romimohtarto dan Juwana. 2000. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Djambatan. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar